Mencoba untuk tidak Reaktif!

cynthia-magana-110471
Image from Unsplash.com

Sudah lama saya ga update blog lama karena fokus ke blog baru saya. kalau ditanya, jujur saya belum rela banget hapus blog ini langsung dan fokus ke blog baru saya. Domain dan hosting berbayar memang agak ribet sih untuk pengaturannya, khusunya bagi saya yang masih lumayan awam soal pengaturan blog. Setiap kali buka blog ini pasti adalah rasa kangen untuk nulis lagi di blog yang dari awal saya bangun sendiri.Memang blog ini bisa dibilang lebih personal dibandingkan blog yang baru karena tulisan awal blog ini lebih banyak tentang curhatan semasa saya kuliah. Hanya saja semakin banyak saya beredar di dunia blogger, saya lebih memilih untuk merencanakan content yang baik daripada sekedar curhat spontan terus-terusan.

Sambil saya cuci mata via website online shop di laptop, saya sempatkan untuk menulis sebuah artikel di blog ini. Kebetulan saya lagi lihat-lihat model dompet wanita, maklum barang-barang yang bentuknya cantik dan menarik seperti dompet bisa menjadi peningkat mood beraktivitas sehari-hari. Soalnya saya baru ngeh meski saya itu penikmat seni dan suka melukis ilustrasi, barang-barang sekeliling saya biasa aja bentuknya padahal barang-barang personal yang sering kita pakai bisa membuat kita semangat secara tidak sadar.

Akhir-akhir ini juga saya lagi belajar banget untuk ga reaktif terhadap sesuatu hal khususnya tentang pemikiran orang lain. Saya baru sadar ternyata saya termasuk yang reaktif terhadap suatu pemikiran apalagi jika pemikiran itu bertentangan dengan apa yang saya anggap benar. Dulu ketika kuliah saya lebih banyak diam ketika ga setuju terhadap suatu hal namun ketika di dunia kerja yang lebih banyak konflik, jujur saya juga termasuk yang reaktif. Saya kadang sampai seram sendiri dengan diri saya yang ternyata termasuk yang cepat panas ditengah-tengah kesemerawutan. Intinya saya ga suka sama sesuatu yang tidak jelas dan tidak mempunyai target ketika melakukan sesuatu.

Saya baru mengetahui saya temasuk reaktif dan sering memendam bara api ketika saya sedang berada ditengah-tengah konflik. Memang benar kata orang, bahwa konflik dan tekanan membukakan sifat asli seseorang. Saya juga ga sadar kebiasaan ini terbawa sampai sekarang ketika saya lebih banyak kerja dari rumah. Saya bisa reaktif bahkan dengan pemikiran orang-orang di keluarga saya. Sebenarnya reaktif itu ga salah sih hanya saja kalau kita ga pintar mengendalikannya bisa jadi orang yang jadi lawan cerita kita bisa sakit hati atau malah mungkin kita bisa menyesali apa yang kita utarakan secara spontan karena kita terlalu reaktif.

Kejadian hari ini tepatnya membuka mata saya betapa perlunya mengendalikan diri bahkan terkait respon yang kita utarakan kepada lawan bicara kita. Hari ini saya bercerita tentang seorang kenalan saya yang mengikuti tes lowongan kerja di sebuah perusahaan BUMN padahal tadinya dia bekerja di sebuah perusahaan besar yang namanya sudah terkenal, trus ayah saya langsung berkomentar seperti membandingkan gaji dan mempertanyakan keputusan kenalan saya tersebut. Seperti biasa tanggapan ayah saya disusul dengan nasehat-nasehat panjang yang berhubungan dengan perusahaan.

Biasanya saya reaktif kalau menurut saya pemikiran itu salah, namun kali ini saya berusaha untuk memberikan respon netral yang tidak memihak. Sebenarnya sih saya ga setuju-setuju amat dengan tanggapan beliau. Boleh dong putrinya ga sepemikiran dengan ayahnya. Untungnya negara kita masih melindungi kebebasan berpendapat asal disampaikan dengan baik ya. Karena saya realistis, saya bilang bahwa setiap orang punya standard-nya sendiri termasuk perusahaan seperti apa yang menurutnya layak untuk dipilih. Ga bijak dong menilai keputusan seseorang itu salah, padahal kita ga tau apa yang dia alami dan kendala dia di pekerjaan tersebut. Ga semua orang kan harus punya standard yang sama dengan kita.

Sejenak setelah ayah saya menjelaskan panjang lebar lagi tentang pendapatnya, saya memutuskan untuk diam. Saya pikir saya sudah cukup memberikan respon tanpa harus membela pemikiran saya atau pun menyalahkan pemikiran orang tua saya. Semua orang bebas berpendapat apalagi jika hal itu merupakan urusan yang sangat personal bagi dirinya.

Kalau di pikir lagi sebenarnya saya kaget sih bahwa saya bisa tidak se-reaktif biasanya. Biasanya mungkin saya reaktif dan langsung menyerang sudut pandang orang lain dengan pemikiran saya. Sekarang hal tersebut sudah berkurang dari sosok saya yang sekarang, meski pastilah dalam hati banyak hal yang ingin dilontarkan ke permukaan. Hanya saja saya ingat berapa kali urat harus naik hanya karena membela pemikiran sendiri yang berbeda dari orang lain. Berapa banyak pemikiran yang harus kita serang hanya karena kita ingin merasa benar.

Bertemu dengan banyak orang dan mendengarkan kisah hidup mereka telah membuat saya sadar bahwa tidak perlu untuk cepat reaktif terhadap pemikiran orang lain. Semua orang punya pemikiran dan standard mereka sendiri, apalagi kalau kita bicara hal yang personal seperti karir, impian dan pasangan hidup. Semua orang itu unik baik pribadi dan pemikirannya. Setidaknya ketika pendapat yang terkait kehidupan mereka sendiri tidak sejalan dengan pemikiran kita, harusnya hal itu bukan menjadi alasan buat kita untuk menghakimi, memandang rendah atau menyalahkan. Ingat lhoo kita cuma berperan sebagai outsider, pada akhirnya yang menjalani ya orang tersebut.Saya cuma berharap saya bisa mempertahankan sisi netral saya seterusnya. Saya ga mau menghabiskan tenaga untuk sesuatu yang sebenarnya tidak berkaitan dengan diri saya namun lebih berkaitan dengan hidup orang lain. Saya ga mau memelihara kebiasaan berdebat untuk hal yang bisa dibilang penting-penting amat untuk saya urusi.