Keset dan Sepatu

welcomeshoes1
image source :http://rampages.us/ole/

Ahh..sudah lama saya tidak menulis blog..>.

bingung harus senang atau tidak, karena dosen ini termasuk yang standardnya tinggi dan jujur saya agak kurang cocok dan mengerti apa yang diajarkan, mungkin karena beliau ilmunya sudah tinggi sedangkan saya masih kurang berilmu.

Hari ini tepatnya pada tanggal 3 Desember 2011 adalah hari yang sudah saya tunggu-tunggu karena pada tanggal tersebut usia saya bertambah. Ada angka 1 di belakang angka 2 pertama, yang saya juga bingung harus sedih atau senang, rasanya makin tua, tetapi jiwa saya masih seperti gadis berumur 18 tahun sok muda :p.

Selama 21 tahun banyak hal yang sudah saya lalukan, setiap proses dalam hidup saya semuanya membentuk saya menjadi MONA yang seperti sekarang, saya ingat kalau dulu saya adalah anak yang penakut, saya selalu menjadi orang yang tidak terlihat.

Saya teringat perkataan salah satu teman saya, waktu kami berada di semester pertama kuliah ketika dia mempresentasikan lukisannya. Teman saya ini menggambar keset dan sepatu, dia cerita kalau dulu dia lebih sering jadi keset yang diinjak orang namun sekarang dia sudah tidak mau jadi keset lagi. Dia sudah berubah menjadi sepatu yang terlihat.

Masa-masa “menjadi keset” telah menghiasi hidup saya dari dulu. Saya bukan orang yang dominan bahkan saya susah mengutarakan keinginan saya dan pendapat saya, bahkan di lingkungan rumah saya tidak cukup di dengar. Saya sering menurut apa kata orang tua saya, saya bukan mengajarkan untuk membantah orang tua tetapi jika kita hanya menurut dan tidak punya tujuan sendiri serta keinginan sendiri bukankah kita sama saja dengan robot atau boneka? Saya seperti orang yang tidak punya tujuan saya sendiri. Semakin lama kita menjadi keset maka semakin lama kita jadi nyaman menjadi keset dan semakin terbiasa kita untuk diinjak.

Tanpa sadar saya terbiasa menjadi keset, terbiasa tidak terlihat dan semakin terbiasa diinjak orang, saya tidak sadar bahwa hal itu adalah kenyataan yang menyedihkan.

Proses dari keset untuk jadi sepatu tidak mudah karena orang lain sudah terbiasa menjadikanmu KESET. Banyaknya sepatu yang sudah menginjakmu membuatmu makin menyakini bahwa kamu memang KESET.

Saya harus berjuang untuk jadi sepatu, berjuang agar orang tidak menganggap saya keset. Berjuang agar orang bisa melihat saya adalah SEPATU dan tentunya SEPATU yang berbeda dari yang lain.

Seperti itulah yang saya alami sampai umur saya yang ke 21, dari seorang gadis yang selalu menunduk ketika berbicara di depan kelas menjadi gadis yang menatap lurus ketika berbicara di depan umum, dari seorang gadis yang selalu bergantung kepada orang lain menjadi gadis yang berusaha mandiri.

Dari seorang gadis kecil yang biasa diinjak-injak menjadi seorang gadis dewasa yang tidak akan membiarkan seseorang pun menginjak-injaknya. Dari seorang gadis yang penakut menjadi seorang gadis yang cukup untuk sekali saja menangis sekali ketika ia gagal dan besoknya ia akan memulai semuanya dari awal.

Semua proses dalam hidup yang ditulis tangan agungNya-lah yang membuat saya menjadi seperti ini. Tuhan mengubah saya yang “sebuah keset” menjadi “sebuah sepatu” meski banyak sekali proses yang menyakitkan tapi akhirnya semua itu membuat saya bersyukur, karena semua proses itu menjadikan saya gadis yang kuat seperti sekarang.

Di sore hari pada hari ulang tahun ini saya sendirian di kosan. Saya sengaja tidak menyicil tugas di hari ini. Hadiah terbaik yang bisa saya berikan untuk diri saya saat ini adalah satu hari bebas tanpa beban dan pikiran, Saya akan menikmati hari ini, hari ini dimana Tuhan mengirim saya ke bumi.

Ada satu kabar gembira lagi, saya sudah sembuh, pengobatannya berhasil dan sekarang saya tidak harus minum obat tiap hari lagi, praise The Lord!

Special thanks for my friend, Martina Ratnasari, untuk lukisan keset dan sepatu yang bermakna begitu dalam, sayang saya lupa memfoto lukisannya padahal lukisannya sangat bagus. Happy Birthday for me! God bless you all 🙂 !

Begitu banyak orang yang merasa dirinya hanyalah sebuah keset karena sudah begitu banyak pula orang lain yang menginjaknya. Keputusan untuk menjadi sepatu adalah keputusan pribadi bukan keputusan orang lain terhadap kita. Semua orang adalah sepatu dari awalnya dan mungkin mereka hanya butuh waktu untuk menemukan sepatu mereka di saat sepatu-sepatu lain terbiasa untuk menginjak mereka. -Monalisa D